Rabu, 25 April 2012

PT.Jamsostek ( Persero ) Perluas Peserta Pada Pekerja Informal Melalu Bupati / Walikota

PT.Jamsostek ( Persero ) Perluas Peserta Pada Pekerja Informal Melalu Bupati / Walikota JAKARTA - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang mengikutsertakan pekerja informalnya dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dan jaminan kematian (JK) yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero) seakan membuka mata para bupati/wali kota dari kabupaten/kota lainnya di Indonesia untuk melakukan hal yang sama. Dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 137 miliar yang masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan total Rp 1,07 triliun, Kabupaten Purwakarta mampu mengalokasikan dana Rp 100 miliar per tahun untuk mengikutsertakan 200.000 pekerja informal dan pekerja sosialnya dalam program Jamsostek. Dedi Mulyadi memberikan perlindungan jaminan sosial bagi hampir seluruh warga Purwakarta yang berjumlah sekitar 1 juta jiwa. Untuk satu orang pekerja informal yang menjadi peserta Jamsostek, berarti juga bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk satu orang istri dan tiga orang anak. Upaya mengikutsertakan pekerja informal di Purwakarta ini sudah dilaksanakan sejak 2010. Bagi PT Jamsostek (Persero), selaku badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta ini merupakan tonggak sejarah penting serta wujud sejati dari pelaksanaan jaminan sosial. Dalam hal ini, Purwakarta merupakan pelopor dan menjadi proyek percontohan, sehingga bisa diikuti pemerintah kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Untuk itu, Jamsostek melalui kantor wilayah dan cabangnya di berbagai daerah turut menyosialisasikan dan menginformasikan tentang upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta mengikutsertakan warganya yang selama ini memang tidak terlindungi program jaminan sosial. Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Purwakarta merupakan bentuk dari pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional di tingkat daerah. Keberhasilan ini tentunya bisa menjadi contoh atau bisa diikuti pemerintah kabupaten/kota lainnya di Indonesia, terutama mau menyediakan anggaran untuk iuran kepesertaan yang juga mendapat dukungan dari DPRD setempat. Menurut dia, perlindungan melalui program jaminan sosial, khususnya untuk pekerja/pelaku usaha informal, pekerja sosial, pegawai honorer, dan tenaga berstatus mandiri lainnya, masuk dalam kategori Jamsostek untuk tenaga kerja di luar hubungan kerja (TK-LHK). [leo bmb]

Senin, 23 April 2012

Pro Aktif Dorong Pemanfaatan Jaminan Sosial Sektor Informal

JARKOMSU - JARKOMSU Medan(Suara Komunitas.net)- Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO), H.Maliki, S.Sos, meminta pengurus DPD SPINDO Sumut lebih pro aktif meningkatkan program kerjanya selaras dengan roda pembangunan di Sumut, terutama mendorong pelaku sektor informal memanfaatkan fasilitas Jaminan Sosial dan tenaga kerja demi kepentingan dan kelangsungan kehidupan di hari tua. "Jika kita sebagai pelaku sektor informal tidak memanfaatkan fasilitas tersebut, kita akan rugi sendiri. Karena pada hakekatnya, mereka yang berkecimpung dalam sektor informal di dunia, keluarga mereka bisa lebih nyaman di hari tua, tanpa kuatir hidup sengsara," ucap Maliki di sela-sela seminar nasional Sosialisasi Manfaat Program Jaminan Sosial dan Pemberdayaan Peluang Usaha Bagi Tenaga Kerja Sektor Informal di Sumut" yang berlangsung di Hotel Danau Toba Internasional Medan, Sabtu, (14/4). Maliki juga menyambut baik target Ketua DPD SPINDO Sumut yang bisa membentuk 33 DPC di kabupaten/kota di Sumut hingga akhir tahun 2012. Namun semua itu hanya bisa dicapai dengan kerja keras dan butuh keseriusan pengurusnya untuk lebih mengembangkan 9 DPC kabupaten/kota yang baru terbentuk di Sumut saat ini. "Pengurus SPINDO itu harus mempunyai semangat sebagai pejuang sosial yang bisa mengangkat harkat para pelaku sektor informal dengan memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya untuk membahagiakan keluarga di hari tua," kata Maliki seraya menambahkan, SPINDO yang baru terbentuk 7 bulan lalu di Indonesia, kini sudah memiliki 22 DPP di Indonesia. Menurut Maliki, Sumut sangat potensial untuk mengembangkan program kebutuhan kemanusiaan pelaku sektor informal. Karena pasarnya sangat besar. Saat ini, ada 9 sektor yang akan disentuh SPINDO, diantaranya, seni budaya, perikanan kelautan, transportasi, pariwisata, pasar dan makanan-minuman. Tapi semua itu tergantung pada wilayahnya masing-masing. "Sektor informal peluangnya cukup besar, mencapai 65 persen," tambahnya. Saat ditanya apakah kehadiran SPINDO hanya membuat pengkotak-kotakan karena wadah untuk itu sudah ada pada serikat lainnya baik independen maupun badan, Maliki menegaskan, SPINDO tidak begitu, kita hanya menggarap sektor yang belum tersentuh. Bahkan Pekerja Sek Komersil (PSK) yang berada di sektor informal lainnya seperti becak bermotor (Betor), bisa memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya. (vandey lubis)

Serikat Pekerja Informal Indonesia Perjuangkan UU Kesejahteraan

Sabtu, 14 April 2012 , 23:36:00 WIB Laporan: Feril Nawali ILUSTRASI RMOL. Minimnya regulasi yang mengatur kedudukan sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia mengakibatkan 68,2 juta tenaga kerja informal atau 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia tidak memiliki status hukum yang kuat sehingga posisi dan kedudukannya sulit berkembang karena tak mendapatkan dukungan dalam kebijakan anggaran negara. Dalam kaitan itu, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) akan memperjuangkan untuk disahkannya UU Kesejahteraan sebagai payung hukum kedudukan sektor tenaga kerja informal. "Karena tak ada payung hukum yang secara tegas mengatur kedudukan sektor informal dalam perundangan ketenagakerjaan, pembinaan terhadap warga negara bekerja di sektor informal sering terabaikan. Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak lain akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang substansinya mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua DPP SPINDO H Maliki Sugito dalam seminar “Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara” sekaligus pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara di Medan, Sabtu (14/4). Maliki mengatakan, selama ini pembinaan terhadap para pekerja sektor informal terkesan terabaikan karena kedudukannya tidak jelas dalam perundangan. "Kitamengharapkan mereka yang bekerja di sektor informal pada akhirnya bisa meningkat jadi pekerja formal dengan keahlian dan skill tertentu. Tapi, karena sudah terlanjur dalam posisi marjinal dalam sistem hukum tidak pernah mendapat support khusus dalam kebijakan anggaran negara untuk bisa ditingkatkan masuk sektor formal," imbuhnya. Padahal, lanjut Maliki, sektor tenaga kerja informal merupakan prosentase terbanyak dari seluruh angkatan kerja 117,4 juta yang tercatat BPS di tahun 2011 dengan komposisi 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal meliputi petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan. "Kita harapkan UU Kesejahteraan bisa secara tegas mengatur berbagai perlindungan terhadap keberadaan pekerja di sektor informal yang masuk kategori masyarakat marjinal sehingga ditingkatkan ke sektor formal dan berkembang dengan tenaga kerja lainnya," imbuhnya. Sebelumnya, Direktur Jaminan Sosial Kemenakertrans Etty Suharti mengungkapkan, pengaturan menyangkut tenaga kerja informal selama ini dilakukan melalui satu regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14/1993 yang membagi para pekerja dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja. “Produk regulasi ini merupakan turunan dari UU Nomor 3/1992 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek)," terangnya. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Algaff dengan disahkannya UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Nomor 24/2011, kedudukan sektor informal sudah mulai disebutkan walaupun hanya beberapa ayat. “Tapi memang yang diperlukan adalah melakukan berbagai terobosan. Paling tidak, sembari terus memperjuangkan regulasi bagi sektor pekerja informal, Spindo terus melakukan pembinaan bagi para pekerja sektor informal untuk masuk ke sektor formal," terangnya. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K- SPSI) M Satya mengakui, dalam umur serikat pekerja di Indonesia yang sudah mau menginjak seratus tahun, sektor informal memang jarang terpikirkan. "Karena itu, kita sambut baik gagasan memasukkan mereka yang bekerja di sektor informal masuk dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia," jelasnya. Dia menambahkan, sekalipun belum memiliki regulasi yang jelas, tapi DPP Spindo yang mengurusi sektor informal sudah masuk sistem karena tergabung dalam Aliansi Serikat Buruh dan Pekerja Indonesia (ASPBI). Karena itu, nantinya bersama-sama dengan serikat pekerja lainnya untuk memberikan berbagai masukan dalam berbagai pembahasan tripartit dengan pemerintah. Dilain pihak, Ketua Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) Mangatar Pasaribu mengatakan, dirinya skeptis dengan berbagai peraturan yang dibuat. Misalnya saja UU Nomor 13/2004 yang berpihak pada pekerja tetap tidak bisa dijalankan. "Karena itu yang terpenting adalah sektor informal diberdayakan saja dengan berbagai saluran yang sudah ada," imbuhnya. Sementara itu, pakar ketenagakerjaan yang juga akademisi USU Hisar Siregar mengatakan, kondisi tenaga kerja formal dan informal dapat menjadi sinyal suatu perekeonomian negara. Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Namun, dia setuju, tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara. Karena itu, lanjut dia, yang diperlukan terutama mengupayakan para pekerja sektor informal itu bisa menerima jaminan sosial terutama pada kaum wanita dan anak-anaknya, karena sangat rentan untuk jatuh sangat miskin. Dalam acara pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara diketuai JP Silaen itu dilakukan juga pencanangan Gerakan Sadar Jaminan Sosial di wilayah Sumatera Utara yang dilakukan Direktur Kepesertaan Jamostek yang diwakil M Sinulingga dari Kacab Jamsostek kota Medan. [mar]

Pemprovsu Dukung Program DPD SPINDO Sumut

News << Back __________________________________________________________________________________________________________ Senin 16 April 2012 16:46:55 WIB MEDAN | DNA - Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu) H Nurdin Lubis, SH MM menerima pengurus Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Sektor Informal (DPD- SPINDO) Provinsi Sumatera Utara saat beraudiensi di ruang kerjanya , Senin (16/4/2012). Kepada Sekdaprovsu H Nurdin, Ketua DPD SPINDO Sumut Jhonpiter Silaen yang didampingi Sekretaris Raden Mulyadi Sp, Wakil Ketua Free Us Agustinus M ST, Ketua Sektor Pariwisata Rohani Lubis dan Ismaini Husni mengatakan kalau DPD SPINDO Sumut telah melaksanakan seminar dengan mendatangkan Kementerian Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN H A Latief Aqaff , Ketua Umum Federasi SPSI-TKI Luar Negeri H Moh Satya SH, Ketua Umum Kesatuan Buruh Marhaenis Manganar Pasaribu dan Ketua Serikat Pekerja Sektor Informasl Indonesia H Maliki SSos. Selain itu DPD SPINDO Sumut telah melantikan susunan pengurus di Hotel Danau Toba pada tanggal 14 April 2012 lalu. Adapun tujuan audiensi ini, kata Ketua DPD SPINDO untuk mengajak Pemprovsu bersinergis sekaligus bergandengan tangan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal jaminan sosial. Hal ini dilakukan, karena DPD SPINDO melihat pemerintah tak pernah memperhatikan pekerja informal termasuk hak jaminan sosial. Sekaitan dengan, lanjut Jhonpiter, SPINDO akan bekerja keras untuk pekerja informal dalam mendapatkan hak jaminan sosial. "Dalam waktu dekat ini, SPINDO akan turun ke lapangan melakukan sosialisasi jaminan sosial kepada nelayan khususnya yang ada di Belawan. SPINDO tidak hanya memikirkan jaminan sosial melainkan akan menginventarisasi kebutuhan/program yang pas untuk nelayan,� ujar Jhonpiter . Menyambut program yang disampaikan Pengurus DPD SPINDO Sumut, Sekdaprovsu H Nurdin Lubis mengatakan Pemprovsu mendukung sepenuhnuya kegiatan positif SPINDO. Lanjut Nurdin lagi, SPINDO diminta untuk tetap melakukan diskusi atau dialog dengan instansi terkait di jajaran Pemprovsu seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprovsu menyangkut program kerja di sektor informal. Demikian juga menyangkut nelayan, SPINDO harus membuat gebrakan nyata dengan Dinas Perikanan baik itu penyuluhan terkait para nelayan atau maupun pekerja informaslnya. �SPINDO harus mampu mengajak pekerja informal bisa mendapatkan hak jaminan sosialnya.Karena para pekerja informal juga butuh perhatian. Dengan adanya sosial kontrol yang dilakukan SPINDO diyakini kehidupan pekerja informal akan sejahtera,�ujar Nurdin Lubis.(DNA/syam/mdn)

Senin, 05 Maret 2012


Seminar DPC SPINDO -Indramayau


Spindo Imbau Kemenakertrans Lanjutkan Bantuan Iuran Buat Petani dan Pedagang Pasar
Rabu, 02 November 2011 , 23:02:00 WIB

Laporan: Feril Nawali

IST

  
RMOL. Di tengah arus besar perhatian publik terhadap UU BPJS yang diketok DPR dan pemerintah baru-baru ini, Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (Spindo) mengkhawatirkan surutnya perhatian terhadap sektor informal beroleh perlindungan jaminan sosial.

Apalagi, salah satu kesulitan pekerja informal  menjadi peserta Jamsostek adalah iuran yang harus dibayarkan setiap bulannya.

"Kita mendesak pemerintah melanjutkan pemberian iuran terhadap sektor informal untuk menarik mereka menjadi peserta Jamsostek," kata Ketua Umum DPP Spindo H Maliki Sugito di Jakarta (Rabu, 2/11).

Seperti diketahui, pemerintah dan DPR sudah mengesahkan UU BPJS yang nantinya akan dijalankan mulai tahun 2014, dimana BPJS Kesehatan menjalankan jaminan sosial kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan menjalankan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun. Program itu nantinya juga akan meng-cover sektor ketenagakerjaan informal seperti petani, pedagang pasar dan pengemudi.

Sayangnya, sampai sekarang kepesertaan tenaga kerja informal sendiri masih rendah, dimana untuk meningkatkannya, pemerintah melalui Kemenakertrans membuat kebijakan membayar iuran pekerja informal selama delapan bulan.

Maliki berharap pemerintah terus menyisihkan dana untuk bantuan iuran pekerja informal, mengingat keterbatasan finansial para pekerja informal tersebut. Apalagi, saat ini baru sekitar 600 ribu pekerja informal yang menjadi peserta Jamsostek. Padahal jumlah pekerja informal seluruh Indonesia sekitar 70 juta orang.

Sementara itu Kepala Kantor Wilayah V Jateng dan DIY Yogjakarta Jamsostek Fery Atorid menjelaskan, jumlah peserta pekerja informal yang mendaftar dengan  bantuan pembayaran iuran itu adalah sekitar 500 orang. Dari jumlah tersebut, katanya menambahkan, sekitar 75 persen diantaranya menghentikan pembayaran iurannya karena faktor ekonomi.

"Hanya 25 persen saja yang melanjutkan pembayarannya. Dan saat ini mereka masih tercatat sebagai peserta," kata Fery.

Dia menyebutkan, jenis pekerjaan para pekerja informal itu adalah nelayan, tukang ojek, pedagang di pasar dan petani. Mereka mendapat bantuan pembayaran iuran selama delapan bulan dari Kemenakertrans pada 2006 lalu.

Fery mengatakan, potensi pekerja informal menjadi peserta Jamsostek di Provinsi Jateng sangat besar. Dengan potensi itu, pihaknya kerap melakukan sosialisasi ke sejumlah paguyuban pekerja informal tersebut.

"Namun mereka kesulitan menjadi peserta Jamsostek, karena kewajiban untuk membayar iuran itu menjadi beban," imbuhnya. [dem]
Spindo Berjuang Agar Pekerja Informal Dapat Jaminan Sosial
Kamis, 16 Februari 2012 , 22:26:00 WIB

Laporan: Feril Nawali

SJSN/IST

  

RMOL. Serikat Pekerja Sektor Informal (Spindo) menegaskan akan memberdayakan sektor-sektor yang selama ini termarjinalkan, terutama mereka yang berada di luar hubungan kerja formal.

Demikian dikatakan Ketua Umum DPP Spindo, Maliki Sugito di kantor Kemenkop dan UKM, Jakarta, Kamis (16/2).

Selain itu, Maliki juga akan memperjuangkan para pekerja sektor informal agar terlindungi secara mendasar dalam sistem jaminan sosial nasional.
            
Untuk itu, lanjut Maliki, Spindo akan berdiri sebagai organisasi yang ada barisan terdepan dalam kampanye gerakan nasional sadar jaminan sosial nasional terutama bagi sektor informal yang memang belum terpayungi dalam berbagai ketentuan maupun peraturan ketenagakerjaan. [arp]

Seminar DPC SPINDO -Indramayau


Senin, 05 Maret 2012
Pekerja Informal Minta Jaminan Sosial


Indramayu Pelita
Sektor informal masih tetap menjadi andalan utama dalam menyerap angka pengangguran di Indonesia. Fakta menunjukkan, sekitar 73 juta usia produktif di Indonesia memanfaatkan sektor informal untuk mendapatkan kesempatan kerja.

Hal itu disampaikan Asisten Deputi (Asdep) Pendidikan Koperasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) RI Supomo di sela seminar sehari Pemberdayaan Peluang Usaha bagi sektor Informal dan Sosialisasi Jaminan Sosial Tenaga bagi ratusan pekerja informal di Kabupaten Indramayu Sabtu (3/3) kemarin di Hotel Handayani. Kegiatan ini dilaksanakan kerjasama Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta Jamsostek.

Sementara itu Ketua Umum SPINDO Pusat H Maliki Sugito menyatakan, lahirnya organisasi yang berdiri beberapa tahun lalu ini, merupakan upaya dalam memberikan perlindungan bagi tenaga kerja informal yang selama ini jumlahnya besar namun masih kurang perhatian dari pemerintah.

”Mereka adalah bagian dari bangsa ini, tentunya menjadi sebuah kewajiban bila mereka mendapatkan jaminan sosialnya,” tandas Maliki kepada Pelita.

Wakil Bupati Indramayu Drs H Supendi, M.Si mengharapkan keberadaan SPINDO saat ini bisa menjadi wadah bagi bursa kerja informal sekaligus mampu memberikan proteksi berbagai persoalan yang dihada-pi para tenaga kerja yang memang berjuang dengan “kemampuannya” sendiri.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri sebagian besar menjadi tenaga kerja “informal” seperti menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di sejumlah negara tujuan. ”Berapa besar negara mendapatkan devisa dari sektor informal seperti TKW saat ini,” ujarnya.

Sementara itu Kabag Proksos PT Jamsostek Persero Ahmad Hafis didampingi Kabid Pemasaran PT Jamsostek Persero Cabang Cirebon Oki W Ghanda, S.Sos M.M menyatakan, Jamsostek siap menjadi mitra dalam mendukung program jaminan sosial bagi tenaga kerja informal di Indonesia. (ck-105)

















Banyak Digulung Ombak, Nelayan Indramayu Minta Dilindungi Jamsostek
Sabtu, 03 Maret 2012 , 23:08:00 WIB
Laporan: Feril Nawali

http://www.rakyatmerdekaonline.com/banner/thumb/122576-11330626022012@angelita-rmol-new.jpg
RMOL. PT Jamsostek (Persero) akan jajaki kemitraan dengan Serikat  Nelayan di Indramayu mengcover jaminan perlindungan sosial bagi para nelayan yang rawan risiko kecelakaan.  Langkah itu dilakukan  memperluas cakupan perlindungan sosial bagi para pekerja sektor informal yang merupakan bagian terbesar dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia.
       
‘’Dari 119 juta tenaga kerja kita, sebanyak 73 juta merupakan  pekerja yang ada di sektor Tenaga Kerja di Luar Hubungan Kerja (TKLHK) atau biasa disebut sektor informal,’’ kata Kasubdit Jaminan Sosial TKLHK Kemenakertrans Achmad Djunaedi  dalam acara  sosialisasi Gerakan Nasional Sadar Jaminan Sosial yang diselenggarakan Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) di Indramayu (Jabar), Sabtu (3/3).
           
Acara yang berlangsung antusias diikuti berbagai elemen masyarakat itu  dihadiri  Deputy Penggalangan Bidang SDM dan KUKM Kemenkop Soeparno, Wakil Bupati Indramayu Supendi, Ketua DPP Spindo Maliki Sugito, Kepala Dinas Kemenakertrans Kab Indramayu, Kabag Jaminan Kakanwil IV Jamsostek Achmad Hafidz.
           
Menurut Djunaedi, saat ini keberadaan pekerja sektor informal di Pulau  Jawa mencapai lebih dari 50 persen dengan demografi tenaga kerja lebih banyak di daerah pedesaan. Mereka yang bekerja di sektor informal kebanyakan terdiri dari angkatan kerja produktif dengan umur 25-34 tahun yang merupakan 71 persen dari pekerja yang berkecimpung di sektor informal. ''Ini permasalahan besar ketenagakerjaan yang mesti dicarikan jalan keluarnya oleh semua pihak,'' imbuhnya.
           
Sebelumnya, Ketua DPP Spindo Maliki Sugito mengungkapkan, lemahnya keberadaan sektor informal yang  berdampak terhadap  minimnya akses informasi makin mengakibatkan para pekerja di sektor informal  termarjinalkan. ‘’Spindo akan mengambil peran konstruktif  mendekatkan  kesenjangan yang dirasakan  pekerja sektor informal terhadap berbagai akses yang bisa memberdayakan mereka secara ekonomis,’’ katanya.
           
Dia berharap Gerakan Nasional Sadar Jaminan Sosial menjadi pintu masuk dalam upaya pemberdayaan pekerja sosial terutama memutus garis kemiskinan atas risiko sosial yang rentan dihadapi para pekerja sosial.  Apalagi, sektor informal ini merupakan penyangga perekonomian nasional  dan sudah terbukti dalam berbagai krisis ekonomi nasional. "Anggota Spindo yang juga masyarakat marjinal akan memelopori semangat kesadaran jaminan sosial dari masyarakat sendiri,'' tegasnya.
         
Sementara itu, menanggapi  antusiasme para nelayan di Kabupaten Indramayu  terhadap program perlindungan jaminan sosial, Kabag Jaminan Kakanwil IV Jamsostek Achmad Hafidz, mengungkapkan, pihaknya akan melakukan koordinasi lebih lanjut  menyertakan para nelayan Indramayu yang nota bene merupakan pekerja sektor informal  memperoleh perlindungan sosial. Dia juga menjelaskan, sebagai operator pemerintah di bidang perlindungan sosial, Jamsostek tidak hanya mengcover  mereka yang bekerja di sektor formal.
       
‘’Para nelayan pun dengan menyertakan iuran sebesar 13 ribu sebulan atau (1,3 persen dari upah UMR Rp 1 juta) sudah beroleh jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Ini hanya langkah antisipasi jika terjadi sesuatu, karena keluarga yang ditinggalkan berhak atas klaim Rp 40 juta,’’ katanya menjawab keluhan Nelayan Indramayu atas tingginya korban kecelakaan di wilayahnya.
        
      ''Sepertinya tak ada yang mau peduli dengan keadaan kami yang penuh risiko. Sayangnya informasi tentang perlindungan sosial jarang kami dengar. Kami berharap ada yang mau melindungi keluarga kami jika terjadi sesuatu karena risiko pekerjaan,'' kata salah satu nelayan yang hadir.

           Dibagian lain dalam seminar yang dipandu Kepala Biro Urusan Eksternal Biro Humas Jamsostek, Achmad Gazali Baadila, Deputy Penggalangan Bidang SDM dan KUKM Kemenkop Soeparno mengatakan, perlunya para pekerja sektor informal mentransformasi dirinya menjadi pengusaha skala mikro atau atau menggabungkan diri dalam wadah koperasi.
          ''Saat ini sudah ada 188 ribu unit koperasi dan UMKM, para pekerja informal mesti meningkatkan pemberdayaan ekonomi melalui usaha bersama dalam wadah koperasi,'' imbaunya,[arp]