Rabu, 25 April 2012

PT.Jamsostek ( Persero ) Perluas Peserta Pada Pekerja Informal Melalu Bupati / Walikota

PT.Jamsostek ( Persero ) Perluas Peserta Pada Pekerja Informal Melalu Bupati / Walikota JAKARTA - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang mengikutsertakan pekerja informalnya dalam program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dan jaminan kematian (JK) yang diselenggarakan PT Jamsostek (Persero) seakan membuka mata para bupati/wali kota dari kabupaten/kota lainnya di Indonesia untuk melakukan hal yang sama. Dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 137 miliar yang masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan total Rp 1,07 triliun, Kabupaten Purwakarta mampu mengalokasikan dana Rp 100 miliar per tahun untuk mengikutsertakan 200.000 pekerja informal dan pekerja sosialnya dalam program Jamsostek. Dedi Mulyadi memberikan perlindungan jaminan sosial bagi hampir seluruh warga Purwakarta yang berjumlah sekitar 1 juta jiwa. Untuk satu orang pekerja informal yang menjadi peserta Jamsostek, berarti juga bisa memberikan pelayanan kesehatan untuk satu orang istri dan tiga orang anak. Upaya mengikutsertakan pekerja informal di Purwakarta ini sudah dilaksanakan sejak 2010. Bagi PT Jamsostek (Persero), selaku badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta ini merupakan tonggak sejarah penting serta wujud sejati dari pelaksanaan jaminan sosial. Dalam hal ini, Purwakarta merupakan pelopor dan menjadi proyek percontohan, sehingga bisa diikuti pemerintah kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Untuk itu, Jamsostek melalui kantor wilayah dan cabangnya di berbagai daerah turut menyosialisasikan dan menginformasikan tentang upaya Pemerintah Kabupaten Purwakarta mengikutsertakan warganya yang selama ini memang tidak terlindungi program jaminan sosial. Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Purwakarta merupakan bentuk dari pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional di tingkat daerah. Keberhasilan ini tentunya bisa menjadi contoh atau bisa diikuti pemerintah kabupaten/kota lainnya di Indonesia, terutama mau menyediakan anggaran untuk iuran kepesertaan yang juga mendapat dukungan dari DPRD setempat. Menurut dia, perlindungan melalui program jaminan sosial, khususnya untuk pekerja/pelaku usaha informal, pekerja sosial, pegawai honorer, dan tenaga berstatus mandiri lainnya, masuk dalam kategori Jamsostek untuk tenaga kerja di luar hubungan kerja (TK-LHK). [leo bmb]

Senin, 23 April 2012

Pro Aktif Dorong Pemanfaatan Jaminan Sosial Sektor Informal

JARKOMSU - JARKOMSU Medan(Suara Komunitas.net)- Ketua Umum DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO), H.Maliki, S.Sos, meminta pengurus DPD SPINDO Sumut lebih pro aktif meningkatkan program kerjanya selaras dengan roda pembangunan di Sumut, terutama mendorong pelaku sektor informal memanfaatkan fasilitas Jaminan Sosial dan tenaga kerja demi kepentingan dan kelangsungan kehidupan di hari tua. "Jika kita sebagai pelaku sektor informal tidak memanfaatkan fasilitas tersebut, kita akan rugi sendiri. Karena pada hakekatnya, mereka yang berkecimpung dalam sektor informal di dunia, keluarga mereka bisa lebih nyaman di hari tua, tanpa kuatir hidup sengsara," ucap Maliki di sela-sela seminar nasional Sosialisasi Manfaat Program Jaminan Sosial dan Pemberdayaan Peluang Usaha Bagi Tenaga Kerja Sektor Informal di Sumut" yang berlangsung di Hotel Danau Toba Internasional Medan, Sabtu, (14/4). Maliki juga menyambut baik target Ketua DPD SPINDO Sumut yang bisa membentuk 33 DPC di kabupaten/kota di Sumut hingga akhir tahun 2012. Namun semua itu hanya bisa dicapai dengan kerja keras dan butuh keseriusan pengurusnya untuk lebih mengembangkan 9 DPC kabupaten/kota yang baru terbentuk di Sumut saat ini. "Pengurus SPINDO itu harus mempunyai semangat sebagai pejuang sosial yang bisa mengangkat harkat para pelaku sektor informal dengan memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya untuk membahagiakan keluarga di hari tua," kata Maliki seraya menambahkan, SPINDO yang baru terbentuk 7 bulan lalu di Indonesia, kini sudah memiliki 22 DPP di Indonesia. Menurut Maliki, Sumut sangat potensial untuk mengembangkan program kebutuhan kemanusiaan pelaku sektor informal. Karena pasarnya sangat besar. Saat ini, ada 9 sektor yang akan disentuh SPINDO, diantaranya, seni budaya, perikanan kelautan, transportasi, pariwisata, pasar dan makanan-minuman. Tapi semua itu tergantung pada wilayahnya masing-masing. "Sektor informal peluangnya cukup besar, mencapai 65 persen," tambahnya. Saat ditanya apakah kehadiran SPINDO hanya membuat pengkotak-kotakan karena wadah untuk itu sudah ada pada serikat lainnya baik independen maupun badan, Maliki menegaskan, SPINDO tidak begitu, kita hanya menggarap sektor yang belum tersentuh. Bahkan Pekerja Sek Komersil (PSK) yang berada di sektor informal lainnya seperti becak bermotor (Betor), bisa memanfaatkan program jaminan sosial dan lainnya. (vandey lubis)

Serikat Pekerja Informal Indonesia Perjuangkan UU Kesejahteraan

Sabtu, 14 April 2012 , 23:36:00 WIB Laporan: Feril Nawali ILUSTRASI RMOL. Minimnya regulasi yang mengatur kedudukan sektor informal dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia mengakibatkan 68,2 juta tenaga kerja informal atau 62,17 persen dari seluruh tenaga kerja di Indonesia tidak memiliki status hukum yang kuat sehingga posisi dan kedudukannya sulit berkembang karena tak mendapatkan dukungan dalam kebijakan anggaran negara. Dalam kaitan itu, DPP Serikat Pekerja Sektor Informal Indonesia (SPINDO) akan memperjuangkan untuk disahkannya UU Kesejahteraan sebagai payung hukum kedudukan sektor tenaga kerja informal. "Karena tak ada payung hukum yang secara tegas mengatur kedudukan sektor informal dalam perundangan ketenagakerjaan, pembinaan terhadap warga negara bekerja di sektor informal sering terabaikan. Spindo bersama dengan elemen pekerja dan berbagai pihak lain akan mendorong ditelurkannya UU Kesejahteraan yang substansinya mengatur kedudukan hukum pekerja di sektor informal," kata Ketua DPP SPINDO H Maliki Sugito dalam seminar “Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Hak Semua Warga Negara” sekaligus pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara di Medan, Sabtu (14/4). Maliki mengatakan, selama ini pembinaan terhadap para pekerja sektor informal terkesan terabaikan karena kedudukannya tidak jelas dalam perundangan. "Kitamengharapkan mereka yang bekerja di sektor informal pada akhirnya bisa meningkat jadi pekerja formal dengan keahlian dan skill tertentu. Tapi, karena sudah terlanjur dalam posisi marjinal dalam sistem hukum tidak pernah mendapat support khusus dalam kebijakan anggaran negara untuk bisa ditingkatkan masuk sektor formal," imbuhnya. Padahal, lanjut Maliki, sektor tenaga kerja informal merupakan prosentase terbanyak dari seluruh angkatan kerja 117,4 juta yang tercatat BPS di tahun 2011 dengan komposisi 41,4 juta tenaga kerja bekerja di sektor formal dan 68,2 juta bekerja di sektor informal meliputi petani, sopir angkot, tukang ojek, kuli bangunan. "Kita harapkan UU Kesejahteraan bisa secara tegas mengatur berbagai perlindungan terhadap keberadaan pekerja di sektor informal yang masuk kategori masyarakat marjinal sehingga ditingkatkan ke sektor formal dan berkembang dengan tenaga kerja lainnya," imbuhnya. Sebelumnya, Direktur Jaminan Sosial Kemenakertrans Etty Suharti mengungkapkan, pengaturan menyangkut tenaga kerja informal selama ini dilakukan melalui satu regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14/1993 yang membagi para pekerja dalam hubungan kerja dan pekerja di luar hubungan kerja. “Produk regulasi ini merupakan turunan dari UU Nomor 3/1992 yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek)," terangnya. Menurut Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Algaff dengan disahkannya UU BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Nomor 24/2011, kedudukan sektor informal sudah mulai disebutkan walaupun hanya beberapa ayat. “Tapi memang yang diperlukan adalah melakukan berbagai terobosan. Paling tidak, sembari terus memperjuangkan regulasi bagi sektor pekerja informal, Spindo terus melakukan pembinaan bagi para pekerja sektor informal untuk masuk ke sektor formal," terangnya. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K- SPSI) M Satya mengakui, dalam umur serikat pekerja di Indonesia yang sudah mau menginjak seratus tahun, sektor informal memang jarang terpikirkan. "Karena itu, kita sambut baik gagasan memasukkan mereka yang bekerja di sektor informal masuk dalam struktur ketenagakerjaan di Indonesia," jelasnya. Dia menambahkan, sekalipun belum memiliki regulasi yang jelas, tapi DPP Spindo yang mengurusi sektor informal sudah masuk sistem karena tergabung dalam Aliansi Serikat Buruh dan Pekerja Indonesia (ASPBI). Karena itu, nantinya bersama-sama dengan serikat pekerja lainnya untuk memberikan berbagai masukan dalam berbagai pembahasan tripartit dengan pemerintah. Dilain pihak, Ketua Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) Mangatar Pasaribu mengatakan, dirinya skeptis dengan berbagai peraturan yang dibuat. Misalnya saja UU Nomor 13/2004 yang berpihak pada pekerja tetap tidak bisa dijalankan. "Karena itu yang terpenting adalah sektor informal diberdayakan saja dengan berbagai saluran yang sudah ada," imbuhnya. Sementara itu, pakar ketenagakerjaan yang juga akademisi USU Hisar Siregar mengatakan, kondisi tenaga kerja formal dan informal dapat menjadi sinyal suatu perekeonomian negara. Semakin maju perekonomian, semakin besar peranan sektor formal. Namun, dia setuju, tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara. Karena itu, lanjut dia, yang diperlukan terutama mengupayakan para pekerja sektor informal itu bisa menerima jaminan sosial terutama pada kaum wanita dan anak-anaknya, karena sangat rentan untuk jatuh sangat miskin. Dalam acara pelantikan DPD Spindo Sumatera Utara diketuai JP Silaen itu dilakukan juga pencanangan Gerakan Sadar Jaminan Sosial di wilayah Sumatera Utara yang dilakukan Direktur Kepesertaan Jamostek yang diwakil M Sinulingga dari Kacab Jamsostek kota Medan. [mar]

Pemprovsu Dukung Program DPD SPINDO Sumut

News << Back __________________________________________________________________________________________________________ Senin 16 April 2012 16:46:55 WIB MEDAN | DNA - Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu) H Nurdin Lubis, SH MM menerima pengurus Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Sektor Informal (DPD- SPINDO) Provinsi Sumatera Utara saat beraudiensi di ruang kerjanya , Senin (16/4/2012). Kepada Sekdaprovsu H Nurdin, Ketua DPD SPINDO Sumut Jhonpiter Silaen yang didampingi Sekretaris Raden Mulyadi Sp, Wakil Ketua Free Us Agustinus M ST, Ketua Sektor Pariwisata Rohani Lubis dan Ismaini Husni mengatakan kalau DPD SPINDO Sumut telah melaksanakan seminar dengan mendatangkan Kementerian Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN H A Latief Aqaff , Ketua Umum Federasi SPSI-TKI Luar Negeri H Moh Satya SH, Ketua Umum Kesatuan Buruh Marhaenis Manganar Pasaribu dan Ketua Serikat Pekerja Sektor Informasl Indonesia H Maliki SSos. Selain itu DPD SPINDO Sumut telah melantikan susunan pengurus di Hotel Danau Toba pada tanggal 14 April 2012 lalu. Adapun tujuan audiensi ini, kata Ketua DPD SPINDO untuk mengajak Pemprovsu bersinergis sekaligus bergandengan tangan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal jaminan sosial. Hal ini dilakukan, karena DPD SPINDO melihat pemerintah tak pernah memperhatikan pekerja informal termasuk hak jaminan sosial. Sekaitan dengan, lanjut Jhonpiter, SPINDO akan bekerja keras untuk pekerja informal dalam mendapatkan hak jaminan sosial. "Dalam waktu dekat ini, SPINDO akan turun ke lapangan melakukan sosialisasi jaminan sosial kepada nelayan khususnya yang ada di Belawan. SPINDO tidak hanya memikirkan jaminan sosial melainkan akan menginventarisasi kebutuhan/program yang pas untuk nelayan,� ujar Jhonpiter . Menyambut program yang disampaikan Pengurus DPD SPINDO Sumut, Sekdaprovsu H Nurdin Lubis mengatakan Pemprovsu mendukung sepenuhnuya kegiatan positif SPINDO. Lanjut Nurdin lagi, SPINDO diminta untuk tetap melakukan diskusi atau dialog dengan instansi terkait di jajaran Pemprovsu seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprovsu menyangkut program kerja di sektor informal. Demikian juga menyangkut nelayan, SPINDO harus membuat gebrakan nyata dengan Dinas Perikanan baik itu penyuluhan terkait para nelayan atau maupun pekerja informaslnya. �SPINDO harus mampu mengajak pekerja informal bisa mendapatkan hak jaminan sosialnya.Karena para pekerja informal juga butuh perhatian. Dengan adanya sosial kontrol yang dilakukan SPINDO diyakini kehidupan pekerja informal akan sejahtera,�ujar Nurdin Lubis.(DNA/syam/mdn)